komentar dan resume uu ITE dan pornografi

Komentar dan Resume Singkat diberlakukannya UU ITE dan Pornografi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Pengujian UU Pornografi yang dilaksanakan Kamis, 27 Agustus 2009 dengan agenda: Mendengarkan Keterangan Ahli dan saksi dari Pemohon dan Pemerintah, serta Pihak Terkait yang terdiri dari Kowani, MUI dan Komnas Perlindungan Anak.
Sidang Pengujian UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang diajukan 3 pihak Pemohon teregistrasi dengan No. 10/PUU-VII/2009 (masyarakat Sulut), 17/PUU-VII/2009 (dipimpin YLBHI) saya ikut dalam tim ini, dan 23/PUU-VII/2009 (dipimpin LBH APIK) dimulai pukul 10.00 WIB. Para Pemohon Perkara No 17/PUU-VII/2009 menghadirkan Rocky Gerung sebagai Ahli Filsafat, sedangkan Para Pemohon Perkara Nomor 23/PUU-VII/2009 menghadirkan Achie S Luhulima sebagai Ahli Feminisme.
Sedangkan Pemerintah menghadirkan Ahli sebagai berikut: Ade Armando (media massa), KRMT Roy Suryo (teknologi informasi), Inke Maris (komunikasi), Taufik Ismail (budayawan), Elly Risman (psikolog), Andre Mayza (neuroscientis), Tjipta Lesmana (komunikasi massa), dan Fery Umar Farouk (surveyor internet), Sumartono (Seni), serta Muzakkir (Ahli Hukum Pidana)
.
Kemudian setelah Achie Luhulima memberikan keterangan, dua orang penari Tumatenden yang dihadirkan Pemohon Perkara 10/PUU-VII/2009 untuk memperkuat argument dari Ahli mereka sebelumnya. Tarian ini menggunakan pakaian yang cukup terbuka dan rok panjang dengan belahan tinggi. Tarian ini merupakan kesenian Sulut, dan mereka mengatakan bahwa masih ada tarian yang menggunakan pakaian lebih terbuka lagi, dan itu akan terancam dengan adanya UU Pornografi.
Selanjutnya Ahli dari Pemerintah, Tjipta Lesmana mengatakan bahwasanya agar UU tersebut direvisi, karena memang banyak kelemahannya, diantaranya adalah tidak adanya pengecualian terhadap Seni, budaya, olahraga, ilmu pengetahuandan sastra. Justru pengecualian tersebut ditaruh pada pasal penjelasan. Begitu juga dengan definisi yang ada (Pasal yang diuji Pemohon) unsur penting (kesengajaan dan membangkitkan birahi) yang harus ada dalam definisi Pornografi justru kurang dalam Pasal tersebut.
Dia juga mengatakan, sebagian wanita di Papua yang tidak memakai baju adalah budaya yang tidak bisa disentuh dengan UU Pornografi, begitu juga Bali, dan daerah lain tidak perlu takut dengan adanya UU Pornografi. Tjipta Lesmana juga sudah lama menulis tentang bahaya Pornografi, dia juga ikut mengawasi perjalanan penyusunan RUU Pornografi.
Inke Maris (Sekjen Aliansi Selamatkan Anak Indonesia) memberikan keterangannya tentang bahaya Pornografi terhadap anak-anak dengan segala macam gambar yang ditampilkan pada Power Point-nya. Tidak ada satupun bantahan terhadap dali-dalil dari Para Pemohon. Hal2 yang diterangkan memang jelas mana yang dianggap Pornografi dan mana yang dianggap seni. Dia juga mengatakan UU Pornografi diperlukan karena peraturan dalam KUHP sangat minim hukumannya. Inke Maris juga banyak memutar potongan-potongan film yang mempertontonkan pornografi bahkan itu diputar di ANTV.
Sumartono, pakar seni yang diajukan oleh pemerintah setuju dengan pendapat Tjipta Lesmana bahwasanya harus ada pengecualian terhadap lima hal tersebut. “Perumusan definisi pornografi yang dapat diterima semua orang bisa dibuat seiring berjalannya waktu,” Sumartono mengatakan.
Persidangan pengaturan dalam UU Pornografi akan mengakibatkan kerugian pada perempuan, karena kita masih dalam masyarakat Patriarkis. Dia juga mengatakan bahwa ukuran/dalil moral agama tidak dapat dijadikan landasan atas pembuatan UU, karena hal itu tidak dapat dikontestasikan dalam kehidupan Negara, makanya yang harus dijadikan landasan adalah ayat Konstitusi.
Hakim konstitusi Maria Farida sependapat bahwa UU Pornografi ini multitafsir sehingga menimbulkan kerancuan. “Muatan UU ini membuka kemungkinan bagi orang untuk menafsirkan sendiri-sendiri,” kata Maria. Maria Farida juga bertanya pada Pemohon. “Kalau dikatakan Pasal 1 angka 1 bermasalah, apakah menurut anda dengan adanya muatan peraturan ini sudah ada pengurangan pornografi?” tanyanya pada para ahli. Hakim Ahmad Sodiki juga mengingatkan pandangan tentang pluralisme dan pandangan yang menggeneralisasikan keseragaman di seluruh Indonesia.
Para Pemohon mengatakan bahwasanya tidak ada perbedaan tentang bahaya dari Pornografi. Para Pemohon pun menentang Pornografi. Bahwasanya sudah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kesusilaan di dalam KUHP, UU Penyiaran, UU Perlindungan Anak dsb. Justru permasalahannya adalah penegakkan hukum masih minim. Hal ini tidak serta merta menjadi dasar dibuatnya UU Pornografi. Sebagai perbandingan di Amerika butuh riset 15 tahun untuk membuat rumusan UU Pornografi, sedangkan di Indonesia hanya butuh 5 tahun dengan keberagaman budayanya.
KOmentar Saya :
Saya kira mayoritas rakyat indonesia yang muslim ini mendukung UU popnografi dalam artian positif yakni nantinya UU tersebut benar-benar bisa memberangus pornografi terutama di internet karena sangat murah & mudah diakses jutaan gambar & video. kalau beli majalah / tabloid perlu belasan s.d puluhan ribu rupiah satu edisinya. Saya kira perlu digagas sofware murah bahkan gratis yang bisa didownload di komputer PC, & dipasang di perusahaan provider browser inet (coba kerja sama sama netdogsoft porn filter yang sangat andal memblok situs biru).
Jadi makin membuat mati kutu situs biru tsb krn gak bisa diakses 1 gambarpun. Saya kira jika pornografi maya di inet bisa ditakhlukkan, akan banyak melemahkan penggiat pornografi di dunia nyata karena makin sedikit yang mengakses pornografi karena harus beli tiap edisi. para pelajar juga akan pikir panjang untuk beli karena takut ketahuan & repot harus menyimpan & menyembunyikan majalah haram tersebut. Jadi saya kira,yang masuk dalam anggota rapat UU pornografi pasti punya akses luas & kenal dengan pakar2 IT, Gunakan hal yang strategis untuk menggalang dukungan para tokoh lainnya untuk membidani proyek pembuatan sofware antiporn gratis, inilah cara paling efektif, saya sendiri merasakan manfaat sofware antiporn macam porn filter, tidak bisa satu gambar pornopun tersibak !, ayo berjihad membela akhlak kharimah
agama. bela moral bangsa, selamatkan generasi muda kita dari candu situ biru yang lebih berbahaya dari kokain !. Barakallahu fiikum.

Tinggalkan komentar

Filed under Uncategorized

Tinggalkan komentar