PEMAHAMAN MITOS DAN ETOS KERJA PENDIDIK

BAB II
PEBAHASAN

 

A.Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar, para ahli sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan (1) arah prilaku; (2) kekuatan respon; (3) ketahan prilaku, atau beberapa lama seseorang itu terus menerus berprilaku menurut cara tertentu.

Menurut Mc. Donald (dalam Oemar Hamalik, 2001) mendefinisikan motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang dtandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Dalam definisi diatas terdapat tiga unsur yang saling terkait, yaitu;

  1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan dalam motivasi ini timbul dari perubahan tertentu di dalam sistem neuropisiologis dalam organisme manusia.
  2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suatu emosi, suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif.
  3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respon-respons yang tertuju ke arah suatu tujuan.[1]

B.Fungsi Motivasi

Fungsi Motivasi menurut Oemar Hamalik (2001) meliputi sebagai berikut:

a.       Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa  motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.

b.      Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang di inginkan.

c.       Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia sebagai mesin bagi mobil ibarat Winkel sebelum ini. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Prnsip-prinsip motivasi adalah memberi penguatan, sokongan, arahan pada prilaku yang erat kaitannya dengan prinsip-prinsip dalam belajar yang telah di temui oleh para ahli ilmu belajar. Masalah pokok yang di hadapi mengenai belajar adalah proses belajar, karena ia dalam  sistem black box yang tidak dapat diamati secara langsung dan sulit menentukan kapan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang.[2]

Menurut McClelland (dalam gibson, 1993) mengemukakan teori motivasi yang berhubungan erat dengan konsep belajar. Ia bependapat banyak kebutuhan yang di proleh dari kebudayaan yaitu; kebutuhan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan. Manakala kebutuhan seseoarang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan akan memotivasi orang tersebut untuk berusaha keras memenuhi kebutuhab tersebut.

A.     Jenis motivasi

Jenis motivasi dalam belajar di bedakan dalam dua jenis, diantaranya;

a)      Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri. Motivasi ini bukanlah tumbuh diakaibat oleh dorongan dari luar diri seorang seperti dorongan dari orang lain.

Beberapa bentuk motivasi belajar ekstrinsik menurut winkel (1984) diantaranya:

1)      Belajar demi memenuhi kewajiban

2)      Belajar demi menghindari hukuman yang di ancamkan

3)      Belajar demi memperoleh hadiah material yang di sajikan

4)      Belajar demi meningkatkan gengsi

5)      Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting seperti orang tua dan guru.

6)      Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan pangkat/ golongan administratif.

b) Motivasi instrinsik

Motivasi instrinsik merupakan kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayata sesuatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.Misalnya belajar  karena ingi memecahkan masalah, ingin mengetahui mekanisme sesuatu berdasarkan hukum dan rumus-rumus, ingin menjadi seorang profesor, dan sebagainya. Keinginan ini dalam upaya kesungguhan seseorang untuk mendapatkannya dengan usaha kegitan belajar, melengkapi informasi, pembagian waktu belajar, dan keseriusannya dalm belajar. Kegiatan belajar ini dibarengi dengan peresaaan senang, dorongan tersebut mengalir dari dalam diri sweseorang akan kebutuhan belajar, ia percaya tanpa belajar yang keras hasilnya tidak maksimal. Kebutuhan-kebutuhan yang timbul dari dalam diri subjek yang belajar seperti ini yang disebut motivasi instrinsik dan membedakan dengan motivasi ekstrisik, bukan barari instrinsik dapat berdiri sendiri tanpa sokongan dari luar seperti peran guru, orang tua dalam menyadari anak didiknya untuk belajar, dan memiliki pengetahuan, peran yang seperti ini  akan berpengaruh pada diri seseorang dalam menanamkan kesadaran belajar. Pada intinya motivasi instrinsik adalah dorongan untuk mencapai tujuan yang dapat dilalui dengan satu-satu jalan adalah belajar.[3]

B.     Pengertian Prestasi

Menurut Nasrunberpendapat bahwa prestasi adalah penilaian
pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.
Menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan cara keuletan kerja.

 

 

Prestasi dapat bersifat tetap dalam sejarah kehidupan manusia karenasepasang kehidupannya selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan kepada aorang gyang bersangkutan, khususnya orang yang sedang menuntut ilmu di sekolah.Prestasi meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akiba tdaripengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan. Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara berikut:

a.       PenelitianFormatif
Penelitian formatif adalah penilaian tentang prestasi siswa yang
dilakukan guru berdasarkan rencana pelajaran yang telah diajarkan kepada siswa yang bersangkutan.

b.       PenilaianSumatif
Penilaian sumatif adalah penilaian yang digunakan guru secara berkala
untuk mengetahui tingkat prestasi siswa. Prestasi belajar peserta didik dapat tergambar pada indeks prestasi seperti tertulis dalam buku laporan peserta didik, yaitu kumpulan dari sejumlah mata pelajaran yangdiajarkan. Nilai ini biasanya ditampilkan dalam bentuk angka dengan rentangan nilai dari 1 sampai dengan 10 untuk tingkat Sekolah Dasar dalam rentangan 0-100 untuk sekolah lanjutan dan perguruan tinggi.[4]

E.Menggambarkan  Prestasi Siswa

Dua pemandangan yang berbeda. Di satu sisi, seseorang memberikan definisi tentang prestasi kepadaku berupa pengabdian dan kontribusi tanpa henti, plus dengan pengorbanan. Dia sampaikan itu lewat diskusi denganku menjelang isinya di kamarnya yang penuh penuh dengan buku plus alunan musik jazz. Sisi akademiknya ‘begitu hancur’ karena kelulusannya mungkin akan sampai batas akhir paling lama seorang mahasiswa S1 reguler diperkenankan kuliah di kampusku. Namun, sejarahnya sebagai seorang ketua di lembaga publik eksekutif di kampus ini begitu mensejarah. Dalam buku yang pertama, aku mengambil intisari bahwa siapapun bisa belajar dan kemudian berprestasi, tanpa bantuan bangku sekolah yang menyiksa. Bahwa belajar bisa terus dilakukan di universitas kehidupan bernama hidup yang kita alami itu sendiri.

Dalam buku yang kedua, aku dapat mengerti bahwa sebagai seorang muslim, berprestasi adalah dengan mengerjakan apa yang memang Allah perintahkan kepada kita. Kerjakan itu dengan sebaik-baiknya dan kemudian optimalkan potensi yang ada pada diri kita. Itulah salah satu esensi kesyukuran.

Dalam buku yang ketiga sekaligus ceramahnya, aku pun menemukan dua hal tentang prestasi yang lebih beragam lagi. Fahri itu, bisa lulus S1 dan kemudian S2 dengan predikat sangat baik, itu prestasi. Azzam juga. Ia bisa menamatkan kuliahnya walaupun tidak tepat waktu, tetapi mampu membiayai adik-adiknya di Indonesia sampai semuanya bisa bersekolah, itu juga prestasi. Dalam ceramahnya juga ditambahkan, “Yang penting itu berani hidup! Ada seorang mahasiswa di Solo yang gak mau lulus-lulus. Ketika ditanya kenapa dia menjawab seperti ini: kalau mau lulus mau jadi apa? Cari pekerjaan sulit, wirausaha gak ada modal. Mendingan jadi mahasiswa, masih punya status.”[5] Ya, di satu sisi kita berjuang sebaik mungkin untuk apa pun (dengan segenap tumpahan pikiran, kerja keras, dan determinasi yang begitu tinggi) yang kita ingin capai. Dengan bagaimanapun caranya, selama masih dalam rule of the game (of our life) yang kita jadikan pegangan. Ya, di satu sisi kita berjuang sebaik mungkin untuk apa pun (dengan segenap tumpahan pikiran, kerja keras, dan determinasi yang begitu tinggi) yang kita ingin capai. Dengan bagaimanapun caranya, selama masih dalam rule of the game (of our life) yang kita jadikan pegangan.

Di sisi lain, kita harus mengakui, bahwa capaian itu bukan wilayah kita. Maka tak perlu ada rasa kecewa. Yang seharusnya ada adalah rasa malu, bahwa potensi ini belum sepenuhnya keluar untuk sebuah amal yang nyata dalam hidup.

BAB III
KESIMPULAN

 

1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar, para ahli sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan (1) arah prilaku; (2) kekuatan respon; (3) ketahan prilaku, atau beberapa lama seseorang itu terus menerus berprilaku menurut cara tertentu.

 

2. Fungsi Motivasi

Fungsi Motivasi menurut Oemar Hamalik (2001) meliputi sebagai berikut:

a.       Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa  motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.

b.      Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang di inginkan.

 

3. Pengertian Prestasi

Menurut Nasrunberpendapat bahwa prestasi adalah penilaian
pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.
Menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan cara keuletan kerja.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan diIndonesia, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006).

Muhibbin Syah, Psikolologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosada Karya,1997).

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2113965-pengertian prestasi/#ixzz1JvzTNwYJ

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


[1] Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan diIndonesia, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), hal: 172-173

[2] Ibid,,hal:176-177

[3] Ibid, hal:180

[4] Muhibbin Syah, Psikolologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosada Karya,1997), hal. 153

Tinggalkan komentar

Filed under Uncategorized

Tinggalkan komentar